Mission Impossible...Mana Pelaut Indonesia?


INDONESIA menyiapkan kapal phinisi untuk berlayar mengarungi Samudera Pasifik yang dikenal ganas. Dari Muara Baru, Jakarta ke Vancouver, Kanada. Pelayaran sejauh lebih kurang 11 ribu mil dengan kapal tradisional itu disebut-sebut mission impossible.  Phillipe Petiniaud, pelaut Prancis bersama istrinya datang ke galangan kapal IKI Makassar dengan kapal yacht Srinoanoa.  Kedatangannya untuk mengawasi pembuatan kapal Phinisi Nusantara, yang telah berjalan--sejak awal Maret 1986--lebih kurang tiga pekan. Disain dan konstruksi Phinisi Nusantara ditangani Dr. Ing. Sularto Hadisuwarno SE, dosen teknik perkapalan di Universitas Hasanuddin yang juga menjabat Ketua Bappeda Tingkat I Sulawesi Selatan. Tukangnya pelaut-pelaut Tanaberu, Ujung Pandang yang dikenal handal. Phinisi Nusantara dibuat untuk berlayar dari Indonesia ke Benua Afrika, menghadiri Voncouver Expo 86 di Kanada.  Vancouver Expo berlangsung sepanjang 2 Mei-12 Oktober 1986. Tema yang diusung World In Motion, World In Touch. Di ajang ini negara-negara menunjukkan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi.  Di stand Uni Soviet bisa dilihat perkakas Vostok-1 yang membawa Yuri Gagarin, penerbang legendaris yang disebut-sebut pertamakali  mengorbit bumi. Di stand Amerika dipajang perkakas dan foto-foto Apollo 11 yang mendaratkan Niel Armstrong dan Buzz Aldrin ke bulan.  Stand Jepang memamerkan miniatur kemajuan kotanya; jalan-jalan layang mengular melintasi gedung-gedung tinggi. "Karena keunggulan kita di bidang teknologi komunikasi dan transportasi belum bisa dibanggakan, maka pemerintah Indonesia menekankan pada aspek kekayaan budaya dan spirit bahari," tulis Nina Pane dan Semy Hafid dalam Menyisir Badai.  
Demonstratif
Tak sembarang pelayaran. Jarak yang akan ditempuh lebih kurang 11.000 mil, melewati Samudera Pasifik yang terkenal ganas.  Konon, ombaknya bisa lebih tinggi dari pohon kelapa.  Inilah yang akan diarungi Phinisi Nusantara. Karena hanya berbobot 120 ton, dan panjangnya 37 meter, maka, phinisi yang lazimnya hanya mengandalkan layar, dilengkapi dengan teknologi modern. Antara lain, pemantau cuaca radio weather facsimile, radar JRC/JMA 300 radius 24 NM, gyro compass/Tokyo keiki, satellite navigator JRC, peralatan komunikasi inmarsat (international maritime satelite) JRC JUW, radio SSB (side single band) into, radio VHF (very high frequency) dan radio FM transceiver JHV 212.  Tak ayal jika anggarannya lebih kurang menelan biaya Rp 505 juta, tulis Nina Pane, anak bungsu Sanoesi Pane. Pun demikian, tetap saja ekspedisi itu dianggap mission impossible. Alias proyek mengantar mayat ke laut.
Berebut Nakhoda
Pelayaran mengarungi samudera Pasifik dengan perahu tradisional ini, memang lebih bersifat demonstratif, unjuk kebolehan bahwa Indonesia bangsa maritim. Rencana itu menjadi isu nasional. Surat kabar ramai memberitakan. Namun, yang akan melayarkan kapal itu, ternyata Phillipe Petiniaud, pelaut Prancis dibantu sejumlah pelaut Bugis. Demi membaca kabar itu di koran, "saya tidak rela Phinisi Nusantara dilayarkan oleh nakhoda berkebangsaan asing," tandas Gita Ardjakusuma (71) kepada JPNN.com, di rumahnya, medio Februari 2016. Dia tak rela, orang sedunia akan bertanya-tanya, "pada ke mana pelaut Indonesia?" Maka, tak peduli dengan berita-berita yang menyebut itu pelayaran mission impossible, Kapten Gita yang kala itu berusia 44 tahun, menyabung nyawa mengambil alih nakhoda Phinisi Nusantara…

Komentar